RINGKASAN
MAKALAH TOPIK XII
SEJARAH BUDDHISMEN ZEN,
ALIRAN DAN AJARAN-AJARANYA
Oleh:
Dede Ardi Hikmatullah
(1111032100037)
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
BUDDHISME ZEN
Sekte Chan atau Dyana, yang didirikan oleh
Boddhidarma, asal India tetapi menetap di Cina antara 527-536 M. Aliran ini
sangat berkembang pesat di Cina terutama pada masa Hui Neng (838-713 M.) karena
mengaku pendapatkan ajarannya dari Sakyamuni. Dalam berkembanganya kemudian,
aliran ini masuk dan berkembang di Jepang menjadi aliran Zen dan berpengaruh
dalam kehidupan keagamaan di Cina maupun Jepang sampai hari ini.[1]
Zen adalah salah satu aliran Buddha Mahayana.
Kata Zen berasal dari bahasa Jepang. Sedangkan bahasa Sansekerta
nya, Dhyana. Di Cina dikenal sebagai Chan yang berarti meditasi.
Aliran Zen memberikan fokus pada meditasi untuk mencapai penerangan atau
kesempurnaan.
Aliran Zen atau Chan masuk ke Jepang kira-kira tahun 1200, ada yang mengatakan kira-kira abad ke-6 M. Aliran ini terbagi menjadi dua golongan besar yaitu: Soto Zen, dengan tokohnya yang bernama Dogen ( (19 January 1200 - 22 September 1253) yang merupakan seorang guru Zen termasyur di Jepang. Tokoh ini pernah lama belajar dan memperdalam ilmunya di negeri China. aliran Soto Zen itu lebih banyak dianut oleh kalangan para petani dan bergerak dalam kegiatan sosial, yang memiliki perguruan tinggi dan sekolah-sekolahh yang cukup banyak.[2] Dan yang kedua aliran Rinzai dengan tokohnya yang bernama Eisai. Aliran yang tersebut akhirnya berkembang di kalangan militer dan aristokrat serta menjadi tulang punggung kelas penguasa dan militer.
Zen di India
Sejarah Zen dimulai dari India. Pada masa Sang Buddha, yoga
sebagai konsentrasi terhadap Brahman dipraktikkan secara luas. Melalui sejenis
pertapaan dan kesatuan seluruh latihan, yogi melatih dirinya sendiri untuk
mengabaikan hal-hal yang bersifat eksternal dan mengntrol pergerakan ruhnya sendiri
hingga yang paling tipis sekalipun[3].
Sang Buddha mempraktikkan yoga ini selama dua belas tahun sejak ia memutuskan
untuk meninggalkan kehidupan duniawi. Sang Buddha mengabaikan pertapaan, duduk
diam, menyilangkan kakinya dan memperhatikan nafasnya. Selama pemulaan dari
delapan hari Zazen, ia mencapai level kesadaran tertinggi menyamai sinar
bintang. Sang Buddha menemukan keberadaan alaminya pada alam semesta dan sebuah
aturan untuk seluruh umat manusia.
Zen di Cina
Zen dibawa ke Cina oleh Boddhidharma. Boddhidharma kemudian
mentransmisikan (semacam mewariskan) kebuddhaan kepada murid-muridnya di Cina.
Boddhidharma merepresentasikan generasi ke dua puluh delapan dari Sesepuh dalam
Agama Buddha. Pada saat itu Cina dibagi menjadi tiga wilayah yang saling
bermusuhan. Negara itu dipimpin oleh para tiran dan berdarah-darah karena
pemberontakan. Dinasti Liang memimpin satu wilayah kuno di Cina. Kerajaan
Wu-Ti, merupakan kepala dinasti ini dan seorang buddhis yang kuat.
Zen tersebar dengan cepat melalui Sesepuh Cina yang ke-6, Hui Neng (Eno).
Setelah Eno, muncul lima aliran, yaitu Igyo, Hongen, Soto, Unmon, dan Rinzai.
Dari kelima aliran Zen ini, nantinya hanya tiga yang juga berkembang mencapai
Jepang: Soto, Rinzai, Obaku (yang terakhir merupakan cabang dari aliran
Rinzai). Dua yang lainnya mati di Cina. Dalam perjalanan waktu, Zen mengeisi
peradaban Cina, mengangkat pemikirannya, budayanya, dan seninya ke ketinggian
yang maha mulia. Di Tiongkok (Cina) madzhab Mahayana berinteraksi dengan Taoism
dari Lao Tze (604-531 SM) dan dengan Cofucianism dari Kong Fu Tze (551-479) dan
di Jepang berinteraksi dengan Shintoisme. Bentuk interaksi ini positif dan
negatif, artinya Buddha saling bersinggungan dengan kepercayaan-kepercayaan
yang berkembang di Cina dan di Jepang, yang dalam perjalanan sejarah mempengaruhi
alirang-aliran Buddha Mahayana di Cina dan Jepang.
Zen di Jepang
Di Jepang, hanya aliran Rinzai dan Soto yang mendasari
perkembangan Zen. Terima kasih kepada Eisai (pendiri Rinzai) dan Dogen dan
Keizan (Pendiri aliran Soto). Tradisi Rinzai berdasarkan pada disiplin yang
ketat yang didisain untuk mengartikulasikan penciptaan mentail. Sementara itu,
tradisi Soto bertujuan melampaui segala sesuatu untuk berkonsentrasi dan
merenungkan kehidupan Sang Buddha, mengikuti keseharian Sang Buddha, rasa
syukur yang bertambah setiap harinya terhadap keberadaan sehari-hari, tanpa
mengharapkan apa pun yang biasa.
Zen telah mempengaruhi kehidupan keseharian orang-orang
Jepang. Pengaruh ini dapat dilihat pada kehidupan Jepang seperti: Makan,
berpakaian, kaligrafi, arsitektur, teater, musik, taman, dekorasi dan lain
sebagainya. Termasuk hari ini, ketika banyak orang Jepang tidak mengetahui apa
Zen itu, perilaku keseharian mereka dan ekspresi-ekspresi mereka menunjukkan
pengaruh ajaran ini di Jiwa Jepang.
AJARAN
BUDDHISME ZEN
Segala
ajaran di dalam aliran Chan (Zen) itu lebih mengutamakan saluran “ingatan
kepada ingatan” (mind to mind). Aliran Zen itu tidak hendak
mempergunakan argumentasi-argumentasi yang rasional maupun rumusan-rumusan
theology yang demikian pelik.[4] Titik
berat ajaranya lebih mengutamakan disiplin, yakni : ketaatan dan khidmat yang
sepenuh-penuhnya kepada sang guru, Cuma sang guru saja secara resmi dan pasti
dapat menuntun seseorang murid kepada pencerahan dan kebenaran guna mencapai
kepribadian Buddha. Isi kepribadian Buddha itu ialah kekosongan (sunyata),
yakni, kosong dari setiap ciri-ciri khusus. Alam lahir dengan seluruh ciri-ciri
khusus itu cuma tipuan kayal (maya) belaka.[5]
Ada tiga
jalan yang biasa ditempuh dalam latihan Zen, yaitu 'Zazen' yang
berarti meditasi duduk, yaitu sikap merenung yang mendalam dengan cara diam
berjam-jam dan bahkan berhari-hari. Sikap mana dilanjutkan dengan 'Koan'
yang berarti konsentrasi akan suatu masalah tertentu, suatu masalah yang sulit
yang sebenarnya tidak bisa dijawab, tetapi bisa direnungkan. Sikap mana kemudian
dilanjutkan dengan 'Sanzen', yaitu bimbingan mengenai soal-soal
meditasi. Bila ketiga jalan ini dapat
dijalankan dengan baik, seseorang akan memasuki keadaan pencerahan 'Satori',
yaitu suatu situasi santai yang baru sekali ini dirasakan, satori adalah suatu
pengalaman intuisi, pengalaman mistik bahwa ia tidak lagi berpribadi
(anatan-atman). [6]
Zen memelihara jalan ini sebagai jalan yang melaluinya Buddha
sendiri mencapai pencerahan. Zen mengajarkan bahwa seluruh manusia memiliki
kapasitas yang sama untuk mencapai pencerahan karena kita memiliki sifat alami
kebuddhaan; sebenarnya, kita merupakan keberaan yang telah tercerahkan, tetapi
potensial kebenaran kita telah terhijab oleh kebodohan. Berdasarkan beberapa
tradisi Zen, kebodohan ini menguasai dapat dikuasai melalui pemecahan
tiba-tiba—yang disebut satori—selama meditasi dimana sifat alami dari
keberadaan dan pengalaman kita, disingkapkan.
Adapun nilai-nilai ajaran yang dapat dipetik
dari aliran Zen ini ialah:
1.
Menanamkan kedisiplinan pada diri sendiri dalam mencari solusi untuk
menyelesaikan permasalahan.
2.
Jalan berlatih ( zazen) sehingga menemukan pencerahan (satori) atau jalan
keluar berupa keahlian atau intuisi.
Dan digunakan sebagai
konsep pemahaman terhadap alam dan isinya, yakni tidak terlepas dari kewajaran
atau bersifat alami (konsep alami): kesederhanaan, ketidaksempurnaan, ketidak-abadian.
Ketiga nilai tersebut akan dihubungkan dengan meditasi dengan pencerahan.
SUMBER
REFERENSI
Ali,
Mukti. 1988. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga
Press.
Sou'yb,
Joesoef. 1996. Agama-Agama Besar di Dunia. Jakarta: PT Al-Husna Zikra.
T.,
Suwarno. 1995. Buddha Dharma Mahayana. Palembang: Majelis Agama Buddha
Mahayana Indonesia.
[1]
Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, (Yogyakarta: IAIN Kalaijaga Press,
1988), h. 139
[2] Suwarto T., Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama Buddha
Mahayana Indonesia, 1995), h. 520-521
[3] http://www.karate.butsu.net/onzen/zen_history.html, diakses pada Hari Senin 06 Mei 2013, pada pukul
22.00 WIB
[6]
http://budhismeroziq.blogspot.com/2012/05/budha-zen.html, diakses pada hari Senin 06 Mei 2013,
pada pukul 23:00 WIB
0 comments:
Posting Komentar