RINGKASAN
MAKALAH TOPIK IV
KEYAKINAN TERHADAP NIBBANA,
KEYAKINAN TERHADAP NIBBANA,
PENGERTIAN DAN JALAN MENUJU NIBBANA
Oleh:
Dede Ardi Hikmatullah
(1111032100037)
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
NIBBANA
Pengertian
Nibbana (Nirwana)
Kata nirwana
secara harfiah berarti “memadamkan” dan karena itu
“tenang, hening, sentosa, kekal abadi”. Kata nirwana
adalah salah satu kata yang sulit sekali untuk secara tepat dijelaskan.[1] Nibbana
adalah sebutan bahasa Pali dan nirwana
dalam bahasa Sansakerta. Kata nibbana
berasal dari kata nirwana,
yang terbagi atas dua kata yaitu nir artinya “padam” dan vana
dari akar kata yang va
artinya “meniup”.[2] Sementara jalan menuju ke nibbana adalah ‘jalan tengah’ (Majjima
Patipada) yang menghindari ekstrim penyiksaan diri yang melemahkan
kecerdasan dan ekstrim pengumbaran nafsu yang menghalangi kemajuan moral.[3] Nirwana
secara pandangan umum adalah:[4]
·
Tidak
dapat dijelaskan atau diungkapkan secara tepat atau sempurna.
·
Tanpa
awal, tidak berubah, tanpa pelapukan, abadi.
·
Harus
direalisasikan di dalam pribadi sendiri, hanya dimungkinkan bilamana keinginan
atau kesenangan perasaan telah total dipadamkan atau disingkirkan.
·
Ke-aku-an
seperti itu berhenti di dalam nirwana,
jalan masuk ke nirwana
hanya mungkin mengenai leburnya pribadi sendiri.
·
Nirwana
ialah kedamaian (sama atau upasama).
·
Nirwana
memberikan keselamatan terakhir.
Nibbana
bukanlah suatu surga. Berapa abad setelah Buddha, sebagian aliran Buddhisme
mulai menggambarkan Nibbana sebagai surga. Tujuan mereka menyetarakan Nibbana dengan
alam surgawi adalah untuk meyakinkan orang yang “kurang pintar” dan untuk
menarik mereka pada ajaran aliran itu, lalu berjuang menuju Nibbana
berarti jadi menjadi mencari suatu tempat yang indah dimana semua hal baik
adanya dan semua orang bahagia selamanya. Ini mungkin suatu dongeng yang
menyenangkan, tetapi itu bukan Nibbana yang dialami dan diperkenalkan
oleh Buddha.
Jalan Menuju Nibbana
Bodhisattwa
pangeran Siddharta Gautama, melalui pengalaman–pengalamannya sendiri telah
menemukan Jalan Tengah yang telah menghasilkan pandangan dan pengetahuan yang
membawa beliau ke ketenangan. Pengertian benar, kesadaran agung,
dan nibbana.[5]
Pada hakekatnya
seluruh ajaran Buddha Gautama, yang disiarkannya untuk 45 tahun lamanya, dalam
satu dan lain cara ada hubungannya dengan jalan
ini. Beliau telah menerangkan dalam berbagai cara, dengan memakai aneka
perkataan kepada bermacam-macam orang, sesuai dengan tingkatan pengetahuan
masing-masing dan kesanggupan mereka untuk mengerti dalam mengikuti beliau.[6]
Ada delapan jalan (cara) untuk mencapai nibbana. Delapan
ruas jalan utama dan jalan tengah itu lazim disebut tiga golongan yang lebih besar,
yaitu:
1.
Sila
artinya tata hidup yang susila dan beradab[7],
sila ini meliputi:
· Ucapan Benar (Samma Vacca)[8]
Syarat-syarat ucapan benar: kata-kata itu
benar, kata-kata itu beralasan, kata-kata itu berfaedah, dan kata-kata itu
tepat pada waktunya. Sedangkan ucapan benar duniawi (lokiya samma vaca),
yaitu menghindari kedustaan, menghindari pergunjingan, menghindari kata-kata
kasar/kotor, menghindari omong kosong,.
Ucapan benar luhur (lokuttara samma vaca), yaitu tidak
melakukan empat jenis ucapan salah. Dan hubungan
dengan ruas jalan lain, yaitu:
ü Pandangan terang: menyelami ucapan salah sebagai salah dan ucapan
benar sebagai benar
ü Daya upaya benar: berdaya upaya mengatasi ucapan salah dan membina
ucapan benar
ü Perhatian benar: mengatasi ucapan salah dengan pikiran sadar serta
memiliki ucapan benar dengan pikiran sadar.[9]
· Perbuatan Benar (Samma kammanta)[10]
Untuk perbuatan
benar duniawi (lokiya samma vaca) sendiri, mencakup tiga hal, yakni: menghindari
pembunuhan, menghindari pencurian, dan menghindari perjinahan. Sedangkan untuk
perbuatan benar luhur (lokuttara samma vaca), yaitu tidak melakukan tiga
perbuatan salah, dan berhubungan dengan jalan suci.
Dan hubungan
dengan ruas jalan:
ü Pandangan benar: menyelami perbuatan salah sebagai salah dan
perbuatan benar sebagai benar
ü Daya upaya benar: berdaya upaya untuk mengatasi perbuatan salah dan
membina perbuatan benar
ü Perhatian benar: mengatasi perbuatan salah dengan pikiran sadar
serta memiliki perbuatan benar dengan pikiran benar.[11]
· Penghidupan atau Mata Pencaharian Benar (Samma ajiva)[12]
Untuk mata
pencaharian duniawi, orang harus menghindari pencaharian salah dan
melaksanankan mata pencaharian benar, yaitu: penipuan, ketidaksetiaan, penujuman,
kecurangan, memungut bunga yang tinggi (praktek lintah darat). Sekaligus harus
menghindari lima macam perdagangan: perdagangan alat-alat senjata, berdagang
mahluk hidup, berdagang daging atau segala sesuatu yang berasal dari
penganiayaan makhluk-makhluk hidup, berdagang minuman yang memabukkan, yang
bisa menimbulkan ketagihan, dan berdagang racun. Sedangkan untuk mata
pencaharian benar luhur: tidak melaksanakan mata pencaharian yang salah, dan
berhubungan dengan jalan suci.
Dan hubungan
dengan ruas jalan:
Ø Pandangan
benar: menyelami mata pencaharian salah sebagai salah, dan mata pencaharian
benar sebagai benar
Ø Daya
upaya benar: berdaya upaya untuk mengatasi pencaharian salah dan membina mata
pencaharian benar
Ø Perhatian
benar: mengatasi pencaharian salah dengan pikiran sadar serta memiliki mata
pencaharian benar dengan pikiran sadar.[13]
2.
Samadhi
artinya Pembinaan diri/ mental[14]
·
Usaha/Daya
Upaya Benar (Samma vayama)
Pelaksanaan
daya upaya benar itu sendiri terdiri dari mencegah munculnya unsur-unsur jahat
dan tidak baik di dalam batin dengan sekuat tenaga, berdaya upaya dengan sekuat
tenaga untuk memusnahkan unsur jahat dan tidak baik di dalam batin, berdaya
upaya untuk membangkitkan unsur baik dan sehat di dalam batin, dan berdaya
keras untuk mempernyata, memperbanyak, memupuk, mengembangkan, menyelesaikan
unsur-unsur baik dan sehat.[15]
Perhatian
benar ini merupakan kunci delapan ruas
jalan utama, ini terdiri dari latihan-latihan Vipassana Bhavana
(meditasi pandangan terang) yang dapat menghasilkan penembusan kesunyatan yang
diperolehnya tingkat-tingkat kesucian, latihan itu secara singkat terdiri dari:
a.
Perenungan
terhadap tubuh (Kayanupassana): perenungan terhadap pernapasan, perenungan
terhadap gerak-gerik tubuh, dan perenungan terhadap isi tubuh.
b.
Perenungan
terhadap empat unsur yang merupakan rupakkhanda (unsur padat, cair,
panas, gerak)
c.
Perenungan
terhadap muncul dan lenyapnya tubuh.
Tiap-tiap pernapasan dilakukan dengan sadar.
1.
Perenungan
terhadap perasaan (Vedananupassana), ialah setiap perasaan disadari
dengan seksama, demikianpun muncul lenyapnya perasaan itu.
a.
Perenungan
terhadap perasaan (Cittanupassana): menyadari adanya ketamakan,
kebencian, dan kebodohan dalam kesadaran, menyadari bebasnya kesadaran dari
ketamakan, kebencian, dan kebodohan, dan menyadari muncul lenyapnya kesadaran.
b.
Perenungan
terhadap bentuk-bentuk pikiran (Dhammanupassana): menyadari
muncul-lenyapnya kekotoran batin yang merintangi kemajuan samadhi, menyadari
muncul lenyapnya kelima khandha, dan menyadari muncul lenyapnya
belenggu-belenggu yang berhubungan dengan enam landasan indriya (mata,
telinga, hidung, lidah, tubuh, dan batin).
c.
Merenungkan
empat kasunyatan.
Hasil dari perenungan ini, ialah ditembusnya anatta dan
empat kasunyatan, dengan demikian diperolehnya Tingkat Kesucian.[18]
· Konsentrasi atau Meditasi Benar (Samma samadhi)[19],
atau dapat disebut dengan pengheningan benar.[20]
Konsentrasi
benar adalah diiringi dengan pikiran benar, daya upaya benar, perhatian benar. Samadhi
ini disebut Jhana, bertujuan untuk mencapai konsentrasi pikiran, dan
ketenangan.
Jhana tingkat 1: keadaan batin terdiri dari lima corak, yaitu usaha
untuk memegang objek (vittaka), pikiran telah berhasil memegang objek
dengan kuat (vicara), kegiuran atau kenikmatan karena telah terbebas
dari tekanan perasaan (piti), kebahagiaan yang tidak terhingga (Sukkha),
pemusatan pikiran yang kuat (cittekaggata).
Jhana tingkat 2: kegiuran atau piti, kebahagiaan atau sukkha,
dan pemusatan pikiran yang kuat atau Cittekaggata.
Jhana tingkat 3: kebahagiaan atau sukkha, pemusatan pikiran atau Cittekaggata.
Jhana tingkat 4: semua perasaan lenyap, batin seimbang dan pikiran
terpusat/manunggal atau upekkha dan cittekaggata
Setelah
mencapai Jhana tingkat 4, penganut agama Buddha yang mulia dapat
memperkembangkan tenaga-tenaga batin, ialah Abhinna, yang terdiri dari:
1.
Tenaga
batin duniawi atau lokiya abhinna
Ø Kekuatan magis (iddhividha) yang terdiri dari:
· Iddhitana iddhi: dengan kekuatan kehendak dapat merubah tubuh sendiri
dari satu menjadi banyak atau dari banyak kembali menjadi satu
· Vikkubhana iddhi: kemampuan untuk menyalin rupa, (seperti menyalin
rupa seperti anak kecil, raksasa, membuat diri menjadi tidak tertampak)
· Manomaya iddhi: kemampuan menciptakan dengan menggunakan pikiran,
umpamanya menciptakan harimau, pohon, dan sebagainya.
· Hanavipphara iddhi: kekuatan menembus ajaran.
· Samadhivipphara iddhi: konsentrasi lebih jauh:
ü Kemampuan menembus dinding, gunung, dan lain-lain
ü Kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan ke dalam air
ü Kemampuan berjalan di atas air
ü Kemampuan melawan api
ü Kemampuan berterbangan di angkasa
Ø Telinga batin (dibbasota), ialah kemampuan untuk mendengar
suara-suara dari alam-alam manusia dewa, yang jauh maupun yang dekat.
Ø Mata batin (dibbacakkhu), ialah kemampuan untuk melihat
alam-alam dan berkesanggupan melihat lenyap–muncul–lenyapnya makhluk yang
menitis sesuai dengan kamma-nya masing-masing.
Ø Kemampuan untuk membaca pikiran makhluk-makhluk lain atau cetopariyanana.
Ø Kemampuan untuk mengingat penitisan-penitisan yang lampau atau pubbenivasanussati.
2.
Tenaga
bathin luhur atau lokuttara abhinna
Ø Kemampuan untuk memusnahkan arus-kekotoran batin (asava)
atau asavakkhaya.
Lokkiya abhinna dapat dimiliki puthujjana, tapi lokuttara
abhinna hanya dimiliki oleh para arahat karena dengan lenyapnya
semua asava berarti dicapainya arahat. Dalam kitab Visuddhi Magga pasal XII membentangkan
latihan-latihan untuk memperoleh iddhi.[21]
3.
Panna
artinya Kebijaksanaan/Kebijaksanaan Luhur[22]
Pandangan benar
ini adalah:
1.
Menembus
empat kasunyatan
2.
Menembus
tiga corak umum, ialah barang siapa menyelami, bahwa bentuk jasmani (rupa),
perasaan (vedana), pencerapan (sanna), bentuk-bentuk mental (sankhara)
dan kesadaran (vinnana) adalah fana, terpengaruh oleh derita dan tanpa
diri (anatta), dialah orangnya yang memiliki pandangan benar.
3.
Menembus
pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan, ialah sesungguhnya,
barang siapa menembusnya, dialah orangnya yang menembus kesunyatan; dan
barang siapa menembus kesunyatan, dialah orangnya yang menembusnya.
Sedangkan untuk pandangan benar duniawi:
1.
Memberi,
sedekah, bermurah hati adalah tidak sia-sia, sesungguhnya terdapat buah dan
akibat dari perbuatan-perbuatan baik dan buruk.
2.
Berbakti
pada orang tua menghasilkan pahala, di alam-alam luhur terdapat makhluk-makhluk
yang lahir dengan spontan.
3.
Di
dalam dunia terdapat pertapa-pertapa dan pandita yang tanpa noda serta
sempurna, yang dapat menerangkan hidup sekarang dan hidup kemudian yang telah
mereka selami.
Untuk pandangan benar luhur: kebijaksanaan,
penembusan, pandangan benar yang berhubungan dengan Ariya Atthangika
Magga, batin berpaling dari dunia dan dihubungi dengan jalan suci yang
ditempuh, inilah pandangan benar luhur.
Hubungan dengan ruas jalan:
ü Pandangan benar: menyelami pandangan salah sebagai salah dan
pandangan benar sebagai benar
ü Daya upaya benar: berdaya untuk mengatasi pandangan salah dan
membina pandangan benar
ü Perhatian benar: mengatasi pandangan salah dengan pikiran sadar
serta memiliki pandangan benar dengan pikiran sadar.[25]
Pikiran
Benar atau Samma Sankappa adalah:
Untuk
pikiran Benar Dunia (Lokkiya Samma Sankappa) adalah pikiran
yang bebas dari hawa nafsu (nekhama sankappa), pikiran yang bebas
dari kebencian (avyapada sankappa), dan pikiran yang bebas dari
kekejaman (avihimsa sankappa)
Untuk pikiran benar luhur (Lokuttara Samma Sankappa): pemikiran,
pertimbangan, pembahasan yang berpaling dari dunia, batin yang suci berhubungan
dengan jalan suci yang ditempuh.
Hubungan dengan
Ruas Jalan adalah:
Ø Pandangan benar: menyelami pikiran salah sebagai salah, dan pikiran
benar sebagai benar
Ø Daya upaya benar: berdaya untuk mengatasi pikiran jahat dan membina
pikiran benar
Ø Perhatian benar: mengatasi pikiran jahat dengan sadar serta dengan
sadar memiliki pikiran benar.
SUMBER REFERENSI
Dhammananda, Sri. ___. Keyakinan Umat Buddha. _____: _______
Majelis Buddhayana Indonesia. Kebahagiaan dalam Dhamma. Deppk: Bromo
FC.
Narada, Ven. 1992. Sang Buddha dan Ajaran-ajarannya. Jakarta:
Yayasan Dhammadipa Arama.
T. Suwarto. 1995. Buddha Dharma Mahayana. Jakarta: Majelis Agama
Buddha Mahayana Indonesia.
[1] Suwarto T., Buddha Dharma Mahayana, (Jakarta: Majelis Agama Buddha
Mahayana Indonesia, 1995), h. 78
[8] Wikipedia, Nirwana, diakses pada 11 maret 2013, dari
file:///BUDHISME/nibbana%20wiki.htm.
[10] Wikipedia, Nirwana, diakses pada 11 maret 2013, dari
file:///BUDHISME/nibbana%20wiki.htm.
[11] Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h.
120
[12] Wikipedia, Nirwana, diakses pada 11 maret 2013, dari
file:///BUDHISME/nibbana%20wiki.htm.
[13] Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h.
120-121
[14] Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h.
136
[15] Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h.
121
[16] Wikipedia, Nirwana, diakses pada 11 maret 2013, dari
file:///BUDHISME/nibbana%20wiki.htm.
[17] Dhammananda, Sri, Keyakinan Umat Buddha, h. 119
[18] Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h.
121-122
[19] Wikipedia, Nirwana, diakses pada 11 maret 2013, dari
file:///BUDHISME/nibbana%20wiki.htm.
[21] Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h.
123-124
[22] Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h.
136
[23] Wikipedia, Nirwana, diakses pada 11 maret 2013, dari
file:///BUDHISME/nibbana%20wiki.htm.
[25] Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h.
125-126
[26] Wikipedia, Nirwana, diakses pada 11 maret 2013, dari
file:///BUDHISME/nibbana%20wiki.htm.
0 comments:
Posting Komentar